13.6.14

Menantu Idaman Surga

Namaku Husna... aku menikah sudah 10 tahun dengan seorang lelaki yang tidak lain adalah teman satu sekolahku waktu di SMA. Kami sama-sama berprofesi sebagai guru SD, hanya saja disekolah yang berbeda. Sejak aku menjadi istrinya, aku dan dia memang masih tinggal dengan orang tuanya, konon... ibunya sudah janda dan tidak berpenghasilan sendiri. Ayah mertuaku hanya meninggalkan gaji pensiun yang tidak seberapa. Rasa iba ku hadir tatkala aku mendengar dari cerita suamiku jika ibu mertuaku sering sakit-sakitan. karena itulah aku dan suamiku memutuskan untuk tidak tinggal terpisah dengan ibu mertua. 

Banyak ku dengar dari beberapa orang teman jika tinggal dengan ibu mertua pasti lama-lama akan ada yang tidak enak. Maksud mereka, pasti aka ada perselisihan antara menantu dengan mertua. Itu sudah pastilah, yang namanya manusia mana mungkin selalu sependapat dan seide. Bahkan bayi yang lahir sama persis saja memiliki karakter dan watak yang berbeda. Apalagi menantu dengan mertua. 

"Kamu lihat saja nanti Husna, paling-palingan setahun atau dua tahun ibu mertuamu akan keliatan aslinya" Kata salah seorang temanku.

"Iya Na, yang namanya mertua itu jahatnya ibarat zombi, pelan-pelan tapi membunuh." Sahut temanku yang lainnya.

Aku hanya bisa menarik nafas panjang, dan terus berpikiran tenang. Aku tak bisa menyamai apa yang dialami oleh teman-temanku dengan jalan hidupku. Bukankah esetiap orang punya kisah yang berbeda-beda? Lantas, mengapa harus mengkhawatirkan apa yang belum pasti terjadi. Allah kan Maha Adil, ibarat kata pepatah, apa yang engkau tanam itu juga yang akan engkau tuai. Selama ini aku sudah berusaha untuk menjadi menantu yang terbaik untuk ibu mertuaku. Aku sangat menyayanginya apalagi sejak aku sudah menjadi yatim piatu. Aku menganggap ibu mertuaku tak hanya sekedar mertua, tetapi juga seperti ibu kandung sendiri, yang wajib aku hormati, hargai serta sayangi.

Namun ternyata seiring berjalannya waktu, apa yang dikatakan oleh teman-temanku seolah menjadi nyata. Suatu hari saat aku akan pulang dari sekolah suamiku menelponku menyuruhku untuk cepat pulang, katanya ibu marah-marah gak jelas. Akupun langsung pulang dengan tergesa-gesa. Sesampainya dirumah, ternyata benar.. ibu mertuaku tengah mengomel tak karuan, sebabnya karena anakku Kesya membuat rumah berantakan. Maklum saja namanya juga anak-anak, begitu pulang sekolah ya langsung main. 

Aku masih membenarkan tindakan mertuaku, karna memang Kesya salah dan pantas dimarahi. Tapi ada peristiwa yang lain terjadi setelah itu yang membuat aku sangat sedih hingga meneteskan airmataku. Ibu mertuaku menyuruh kami untuk pindah cari rumah lain. Awalnya aku berat hati untuk meninggalkannya, namun harus bagaimana lagi...ini sudah menjadi keinginannya. 

singkat certita, akhirnya aku dan suamiku pun pindah. Namun selang beberapa bulan kemudian ibu mertuaku menelponku dan menanyakan kabarku dan keluargaku. Aku sangat senang sekali, ternyata ibu mertuaku masih perduli padaku dan kelurgaku. 

"Kesya sudah kelas berapa sekarang" tanya ibu mertuaku ditelpon.

"Kesya sudah kelas 3 Oma, sebentar lagi naik kelas 4" jawabku dengan ramah.

sejak obrolan ditelpon itu mertuaku jadi sering menelpon kami. Mungkin ini yang dikatakan pepatah, jauh wangi harus, dekat bau busuk. Barangkali mertuaku sudah mulai merasakan kesepiannya. Jika dulu dia sering marah-marah dengan sikap Kesya yang suka buat kotor rumah, kini tak ada siapapun yang mau diomelin. Aku bisa merasakan kesepiannya karna itu aku berniat mengajak suamiku untuk pulang kerumah lama. Namun belum sempat aku menyampaikan niatku itu kepada suamiku, suamiku sudah lebih dulu mengabariku jika ibunya sedang sakit keras.

Sesampainya kami disana, ternyata ibu mertuaku sedang terbaring lemah. Saudara-saudara suamiku juga sudah banyak yang datang. 

"Kenapa tidak dibawa kerumah sakit?" Tanya suamiku pada kakaknya yang paling tua.

"Kami sudah bawa Bram, tapi biaya untuk mengoprasi ibu sangat mahal. 30 Juta. Kami tidak punya uang sebanyak itu".Jelas mereka pada kami.

Ya Allah... sungguh pilu hatiku melihat mertuaku yang terbaring lemah diatas tempat tidur ini. Dia yang biasanya banyak kata, bawel seperti yang sering dikatakan oleh anakku, kini terbaring lemah tanpa daya. Ya Allah... aku ingin menangis dan memeluknya...

Malamnya, aku menghampiri suamiku yang sedang duduk didepan rumah. Aku mengerti betul bagaimana perasaannya. Aku sudah pernah merasakan kehilangan orang tua yang sangat  dicintai.

"Mas,,, sudah makan ?" Tanyaku.

Suamiku hanya menggeleng. 

"Mas... aku punya cara bagaimana kita bisa membawa ibu ke rumah sakit untuk dioprasi. " Jelasku.

"Maksud ummi ?" Tanyanya.

"Mas,izinkan aku menjual mas kawinku ya. Nanti kalau ada rezeki lagi, kita beli lagi." Aku membuka kalung mas mahar pernikahan dari Mas Bram, suamiku. "Memang tidak sampai 30 juta, nanti sisa yang kurang aku ambil ditabungan Kesya. Insya Allah...cukup untuk pengobatan ibu".Jelasku pada suamiku.

Suamiku terdiam. 

"jangan ummi, itu satu-satunya barang berharga yang bisa abi kasih untuk ummi. Mungkin seumur hidup abi, hanya itu yang bisa abi kasih untuk ummi. " Suamiku menolaknya.

"Kata siapa ? Kata siapa abi cuma bisa ngasih sesuatu yang berharga yaitu kalung emas ini ? Abi udah kasih ummi sesuatu yang lebih berharga dari ini, abi selalu mengajarkan ummi agama..itu lebih dari kalung ini abi. Percaya sama ummi, ummi ikhlas.. ummi akan sangat menyesal kalau terjadi apa-apa sama ibu, sementara ummi bisa brikhtiar dengan apa yang ummi punya tapi tidak ummi lakukan abi.. "

Aku menangis, suamiku memelukku dan mengusap kepalaku. 

"Ummi gak dendam kan dengan sikap ibu selama ini kepada ummi dan Kesya.?" Tanya suamiku. 

"Demi Allah abi, tidak pernah sedikitpun terbesik dihati ummi untuk membenci ibu. Biar bagaimanapun sikap ibu selama ini, ummi cukup bisa mengerti abi." Jawabku.

Akhinya akupun menjual semua perhiasanku, alhamdulillah.... uangnya cukup. setelah dibantu oleh saudara-saudara yang lainnya. Ibu mertuaku akhirnya dioprasi juga. Pengorbaanku tak sia-sia, Allah menjawab semua doa-doa kami. Ibu mertuaku sembuh dan bisa kembali tertawa lagi. Sungguh, aku sangat mencintaimu ibu mertuaku,,,meskipun mungkin engkau tidak akan pernah tahu.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar